Blitar sebuah tempat yang sejuk, tenang dan damai, jauh dari hingar bingar kekuasaan, tidak pernah menjadi sebuah wilayah pemegang kekuasaan negeri ini, baik dari zaman singosari, Kediri, majapahit, demak, pajang sampai mataram islam, namun bukan berarti tanpa prestasi, tanpa tokoh dan tidak diperhitungkan dalam sejarah panjang bangsa ini.
Tokoh – tokoh besar bangsa ini banyak yang tidak bisa dipisahkan dengan blitar, sebut saja Ir. Soekarno sang proklamator bangsa ini yang diakui sebagai orator ulung dunia, soepriyadi yang membuat geger jepang jaman pendudukan, gajah mada sang mahapatih majapahit yang mampu mempersatukan Nusantara konon juga tidak bisa dipisahkan sejarahnya dari wilayah ini, serta masih banyak lagi yang akhirnya membuat Ir. Drs. Poerwanto P., MA merasa perlu menggagas sebuah buku wong blitar yang berisi tokoh-tokoh blitar, dengan harapan semangat dan kebanggaan itu bisa menular dan menginspirasi generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan dari para pendahulu.
Menurut beberapa buku sejarah terutama buku yang bernama bale latar, asal usul Kota blitar didirikan kurang lebih pada abad ke 15,
Dimulai dari Nilasuwarna salah satu putra dari Adipati Wilatika Tuban. Dia salah satu dari orang kepercayaan kerajaan majapahit yang di tugaskan untuk membabat alas.
Seperti yang tertulis di dalam sejarahnya kota BLITAR dulunya adalah Hutan belantara yang belum pernah di datangi manusia.
NIlasuwarna di beri tugas oleh kerajaan majapahit untuk menumpas prajurit tartar yang bersembunyi di dalam hutan (saat ini kota blitar), di karenakan prajurit tartar sudah melakukan kudeta (pemberontakan) yang membahayakan kejayaan kerajaan majapahit.
Setelah berhasil mengalahkan prajurit tartar, nilasuwarna di berikan hadiah hutan yang menjadi tempat medan perang dengan prajurit tartar.
Kemudian beliau diberikan gelar Adipati Arixo Blitar I oleh kerajaan majapahit, seiring berjalannya waktu hutan tersebutpun di beri nama Balitar ( Bali dan tartar ) untuk mengingatkan bahwa pernah terjadi peperangan melawan prajurit tartar di tempat itu.
Mulai saat ini Adipati Ariyo Blitar I mulai menjalankan kekuasaan di bawah kerajaan majapahit.
Adipati Ariyo Blitar I menikah dengan Dewi Rayung wulan dan memiliki seorang putra bernama Djoko kadung. Tapi tak di nyana ditengah pemerintahannya terjadi pemberontakan yang di lakukan oleh patihnya sendiri yang bernama Ki Sengguruh Kinareja,
Setelah berhasil melakukan kudeta Ki Sengguruh Kinareja mendapatkan gelar Adipati Ariyo Biltar II. Mengetahui bahwa ayah kandungnya di bunuh Djoko kadung pun akhirnya menuntut balas. Setelah berhasil menuntut balas Djoko kadung pun di angkat menjadi Adipati Ariyo Blitar III.
Tetapi di dalam sejarah yang kami baca bahwa Djoko kadung tidak mau menerima gelar tersebut, tapi dia masih tetap memerintah secara de facto.
Setelah di pimpin Djoko kadung Balitar di hibahkan kepada Belanda oleh Kerajaan Kartasura Hadiningrat yang di pimpinan Raja Amangkurat. Blitar pun menjadi salah satu kekuasaan belanda.
Setelah Indonesia merdeka pada sekitar tahun 1950an keluarlah undang-undang no 17 tahun 1950 bahwa BALITAR berubah menjadi BLITAR dan di bentuk sebagai kabupaten Blitar.
0 komentar:
Posting Komentar