Sejarah Kota Malang & Arti Nama Kota “Malang”
Demikian juga kita yang berasal dari kota ini merasa bingung & minder juga rasanya kalo ditanya "dari mana asalmu?" bila kita jawab "Kota Malang" seringkali ditanya "kenapa kok dinamakan Malang?" dan seringkali kita merasa risih juga apabila sahabat-sahabat kita dari kota lain menanyakan "bagaimana kabarnya kotamu apa masih Malang terus? Atau apabila ada seorang yang mengatakan “mari kita berdoa supaya Kota Malang tidak Malang lagi tapi Mujur & Beruntung”
Hal ini dikarenakan kita beranggapan bahwa nama Malang diambil dari Bahasa Indonesia yang berarti Sial / Nasib Buruk. Tapi benarkan itu arti nama kota Malang sebenarnya? Sebagai warga Kota Malang kita perlu mengetahui Sejarah & asal usul nama Kota Malang, Kota kita Tercinta. Dibawah ini merupakan sejarah kota kita ini dinamakan Malang.
Dalam buku sejarah bangsa ini Malang merupakan peradaban tua yang tergolong pertama kali muncul dalam sejarah Indonesia yaitu sejak abad ke 7 Masehi. Peninggalan yang lebih tua seperti di Trinil (Homo Soloensis) dan Wajak - Mojokerto (Homo Wajakensis) adalah bukti arkeologi fisik (fosil) yang tidak menunjukkan adanya suatu peradaban. Peninggalan purbakala disekitar wilayah Kota Malang seperti Prasasti Dinoyo (760 Masehi), Candi Badut, Besuki, Singosari, Jago, Kidal dan benda keagamaan berasal dari tahun 1414 di Desa Selabraja menunjukkan Malang merupakan pusat peradaban selama 7 abad secara kontinyu dan merupakan wilayah kekuasaan 5 dinasti yaitu Dewasimha / Gajayana (Kerajaan Kanjuruhan), Balitung / Daksa / Tulodong Wawa (Kerajaan Mataram Hindu), Sindok / Dharmawangsa / Airlangga / Kertajaya (Kerajaan Kediri), Ken Arok hingga Kertanegara (Kerajaan Singosari), Raden Wijaya hingga Bhre Tumapel 1447 - 1451 (Kerajaan Majapahit).
Daerah Malang dan sekitarnya termasuk Singosari merupakan pusat kegiatan politik dan budaya sejak tahun 760 s/d tahun 1414 berdasarkan tulisan batu di Dinoyo. Kegiatan selama masa itu di ikuti oleh kegiatan budaya tidak dapat di gambarkan sebagai perkembangan satu dinasti saja, melainkan merupakan rangkaian kegiatan politik dan budaya dari beberapa turunan.
Demikian diungkapkan oleh almarhum Prof. Drs. S. Wojowasito dalam tulisannya tentang sejarah dan asal mula Kota Malang.
Nama Batara Malangkucecwara disebutkan dalam Piagam Kedu (tahun 907) dan Piagam Singhasari (tahun 908). Diceritakan bahwa orang-orang yang mendapat piagam itu adalah pemuja-pemuja batara dari Malangkucecwara, Putecwara Kutusan, Cilebhedecwara dan Tulecwara. Penyebutan nama-nama seperti Batara dari Malangkucecwara, putecwara dan sebagainya membuktikan bahwa nama-nama itu adalah nama raja-raja yang pernah memerintah dan pada saat di makamkan di dalam candi Malangkucecwara lalu disebut Batara.
Dengan disebutkannya piagam Dinoyo, sekarang adalah Kelurahan Dinoyo, maka masuk akal jika Candi Malangkucecwara itu ada dekat Kota Malang sekarang.
Letak candi itu masih menjadi tanda tanya dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Ada yang mengatakan bahwa Candi Malang Kucecwara, adalah sebuah Candi yang terletak di kaki Gunung Buring, di timur kota Malang.
Nama para Batara tersebut sangat dekat dengan nama Kota Malang saat ini, mengingat nama daerah lain juga berkaitan dengan peninggalan di daerah tersebut misalnya Desa Badut (Candi Badut), Singosari (Candi Singosari). Dalam Kitab Pararaton juga diceritakan keeratan hubungan antara nama tempat saat ini dengan nama tempat di masa lalu misalnya Palandit (kini Wendit) yang merupakan pusat mandala atau perguruan agama. Kegiatan agama di Wendit adalah salah satu dari segitiga pusat kegiatan Kutaraja pada masa Ken Arok (Singosari – Kegenengan – Kidal – Jago : semuanya berupa candi).
Pusat mandala disebut sebagai panepen (tempat menyepi) salah satunya disebut Kabalon (Kebalen di masa kini). Bukti lain kedekatan nama tempat ini adalah nama daerah Turyanpada kini Turen, Lulumbang kini Lumbangsari, Warigadya kini Wagir, Karuman kini Kauman.
Pararaton ditulis pada tahun 1481 atau 250 tahun sesudah masa Kerajaan Singosari menggunakan bahasa Jawa Pertengahan dan bukan lagi bahasa Jawa Kuno sehingga diragukan sebagai sumber sejarah yang menyangkut pemerintahan dan politik. Penulisan Pararaton sudah . Namun pendekatan yang dipakai para ahli dalam menyelidiki asal usul nama Kota Malang didasarkan pada asumsi bahwa nama tempat tidak akan jauh berubah dalam kurun waktu tersebut. Hal ini bisa dibuktikan antara lain dari nama Kabalon (tempat menyepi) ternyata juga disebutkan dalam Negara Kertagama. Dalam kitab tersebut dikisahkan bahwa puteri mahkota Hayam Wuruk yaitu Kusumawardhani (Bhre Lasem) sebelum menggantikan ayahnya terlebih dahulu menyepi di di Kabalon dekat makam leluhurnya yaitu Ken Arok atau Rangga Rajasa alias Cri Amurwabumi. Makam Ken Arok tersebut adalah Candi Kegenengan.
Namun istilah Kabalon hanya dikenal dikalangan bangsawan, hal inilah yang menyebabkan istilah Kabalon tidak berkembang. Demikian juga rakyat pada masa itu tetap menyebut dan mengenal daerah petilasan Malangkucecwara dengan nama Malang hingga diwariskan pada masa sekarang.
Keberadaan Kota Malang dapat diketahui dari beberapa bukti berikut :
1. Prasasti ukir yang menceritakan tentang keberadaan Negara di sebelah barat gunung Kawi hanyalah Malang.
2. Pada saat penyerangan Kerajaan Demak ke Jawa Timur, Demak menyatakan bahwa ada satu daerah yang tidak bisa dihancurkan atau diperangi yaitu Malang.
3. Pada Jaman Kerajaan Kediri, Raja Kediri menghadiahkan, tanah di sebelah timur tempat perburuannya yang bernama Malang.
4. Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah makam para leluhur
Dari sini kita ketahui sekarang bahwa nama Kota “Malang” bukan diambil dari bahasa Indonesia yang berarti Sial / Nasib Buruk, melainkan diambil dari nama sebuah Candi tempat dimakamkannya Para Raja zaman dahulu dan Candi itu bernama Candi Malangkucecwara, sehingga kota tempat Candi ini berada oleh masyarakat disebut Malangkucecwara yang lambat laun disebut/disingkat “Malang”.
Kata Malangkucecwara sendiri diambil dari bahasa Jawa kuno yang mempunyai arti : “Tuhan menghancurkan yang bathil (jahat) dan menegakkan yang benar” dan kata “Malang” sendiri mempunyai arti : menghalangi / membentang (bahasa Jawa), dari kata dasar Palang. Pada jaman dahulu orang kebanyakan menggunakan Palang kayu untuk mengunci pintu, seperti pada jaman sekarang di jalan / pintu masuk Perumahan kita temui Palang (Portal) yang berfungsi untuk menghalangi / menahan / menjaga / melindungi demikianlah arti nama Malang yang sesungguhnya. Nama Malang juga digunakan dalam istilah malang-melintang.
Tetapi kebanyakan orang telah salah dalam mengartikan nama tersebut dengan arti sial / nasib buruk, dan hal itu tidaklah mengherankan karena semboyan Kota Malang sebelumnya yang dipakai oleh pemerintah kolonial yaitu “Malang Nominor Sursum Moveor” yang memiliki arti Malang Namaku, Maju Tujuanku. Semboyan ini mengisyaratkan mengacu pada makna kata malang sebagai nasib yang kurang baik, hal ini bisa dilihat dari kata setelah Malang Namaku yaitu kalimat Maju Tujuanku. Kalimat kedua ini merupakan kalimat yang menegasi kalimat yang pertama, dan kalimat ini dicantumkan dalam Lambang Kota Malang pada tahun 1914 yang berbentuk sebuah perisai dengan mahkota yang dibawa oleh dua ekor singa. Kaki singa berdiri di atas pita yang bertuliskan semboyan “Malang Nominor Sursum Moveor” artinya Malang Namaku Maju Tujuanku.
Mungkin ini juga yang merupakan salah satu penyebab kesalahmengertian dari kebanyakan orang tentang arti “Malang” yang sesungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar